World Royal Heritage 2013 yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta telah rampung. Penutupan ditandai dengan pawai
budaya raja-raja di halaman Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu
(8/12).
Kegiatan yang diikuti sebanyak 500 orang yang terdiri atas 156 kerajaan seluruh Indonesia, 10 kerajaan dunia dengan 30 kereta kencana, mendapat berbagai tanggapan berupa kritik, saran, dan pujian dari para peserta kirab budaya.
Minggu sore, mendekati garis finis atau tepatnya masih di Jalan Medan Merdeka Selatan, kereta-kereta raja termasuk kereta DKI 1 yang ditunggangi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta—Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama—terpaksa menggunakan payung untuk berlindung dari curah hujan yang disertai angin.
Langkah kedua kuda berwarna cokelat itu pun dipercepat di bawah pengawalan ketat 30 pasukan Jayeng Sekar. Begitu pula puluhan kereta raja-raja beserta permaisuri dan anak-anaknya.
Dalam hitungan detik, sebuah tenda memanjang, kira-kira berukuran kurang dari 100 meter itu terisi oleh peserta pawai dari kerajaan. Barisan masyarakat sepanjang jalan hingga garis finis pun tidak dapat bertahan dengan curah hujan disertai angin. Semuanya berlarian mencari tempat berteduh. Masalah penentuan waktu dan musim menjadi hal yang harus dipetimbangkan apabila akan dilaksanakan lagi pada 2015.
Dua raja dan seorang pemangku adat asal Papua yang ditemui SH di tenda para raja, Minggu sore itu, memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada Kepala Daerah DKI Jakarta atau Jokowi. Ini karena Jokowi telah melaksanakan hasil keputusan forum musyawarah agung dua, yang dilakukan pada 26 April 2013 di Hotel Novotel, Jakarta.
"Saya sambut baik prakarsa Bapak Gubernur DKI yang sudah mendanai kami untuk kegiatan festival dunia kali ini," kata Datuk Lalu Jumardi (Raja Lalu Jumardi) dari Kerajaan Kuripan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun cuaca yang tidak bersahabat, membuat Datuk Lalu Jumardi ingin mengusulkan bagi siapa saja tuan rumah kegiatan serupa agar memperhitungkan cuaca. Ia lebih memilih kegiatan di luar ruangan dilakukan saat musim kemarau.
"Kami apresiasi karena (kegiatan) ini sudah diketuk Bapak Gubernur (Joko Widodo) jadi harus dilaksanakan. Beliau putuskan pada April untuk dilakukan bulan ini, Desember. Kami dari NTB, mengusulkan kegiatan seperti ini pada tahun-tahun mendatang, kalau bisa dilaksanakan pada musim kemarau. Kalau musim hujan, harus disiasati seperti dengan pawang hujan. Tadi kami dijaga, hujan ditahan pawang dari Lombok, setelah finis baru hujan," katanya sambil tertawa.
"Sebaiknya, pada musim panas," tuturnya.
Kerajaan Kuripan ini telah mengikuti beberapa kegiatan serupa yang bertujuan melestarikan kebudayaan dan perekat tali silaturahmi antarkerajaan di Nusantara. Kerajaan ini diantaranya di Denpasar (2007), Solo (2009), Siak, Provinsi Riau (2008/2009), Banjarmasin, Brunei Darussalam (2012).
"Terakhir di Jakarta pada 26 April 2013. Kami diundang Ketua LPSKN Nusantara di Hotel Novotel Jakarta. "Itu hanya acara musyawarah agung," ujarnya.
Lombok memiliki 34 kerajaan dan ikut serta dalam kegiatan Kirab Budaya Raja-raja, termasuk ada yang mengajak permaisuri dan anaki-anaknya. Kerajaan yang mengajak permaisuri dan anak-anaknya di antaranya Kerajaan Selaparan, Kerajaan Kuripa, Kerajaan Pejanggi, Kerajaan Siledende, Kerajaan Sokong, Kerajaan Mambala, Kerajaan Tanjo, Kerajaan Langku, dan Kerajaan Gerum.
Sementara itu, Karaeng (Raja) H A A Rauf Maro Dg /Marewa KRG Rewa memandang kegiatan festival kerajaan dunia ini menjadi hal yang luar biasa. Pasalnya, sejak kemerdekaan yang dirasakan selama bertahun-tahun, kirab kerajaan baru pertama kali dilakukan.
"Kirab Festival Kerajaan Dunia ini sangat luar biasa. Ini karena sepanjang hari-hari kita merdeka, baru hari ini kita berkumpul jadi satu, bermusyawarah, mufakat, dan kirab bersama," ujar Karaeng Rewa.
Ia memandang positif, sekalipun curah hujan membubarkan kereta-kereta raja dan peserta kirab raja-raja tersebut. "Kalau cuaca bukan kendala, cuaca tidak bermasalah. Itu hujan rahmat untuk DKI dan semua Keraton Nusantara," tuturnya.
Karaeng Rewa menjelaskan, Sulawesi Selatan memiliki 19 kerajaan. Menurutnya, kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan berdiri bersamaan dengan masuknya ajaran Islam ke daerah tersebut, yaitu sekitar abad ke-12. Para tokoh masyarakat setempat kemudian dianggap menjadi sultan. "Saya generasi terakhir," ujarnya.
Ke-12 kerajaan itu di antaranya Kerajaan Bone, Kerajaan Sopeng, Kerajaan Bulukumbatoa, Kerajaan Galesong, Kerajaan Sawito, dan Kerajaan Pamana.
Undang Masyarakat Adat
Masih di bawah tenda biru di kawasan Monas, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua yang mewakili sembilan kerajaan di Papua, Harun Sabuku, turut mengapresiasi kegiatan kirab budaya tersebut. Namun, ada beberapa hal yang disayangkan tokoh pemangku adat wilayah Papua Barat itu.
"Acara ini sangat bagus karena mempererat hubungan silaturahmi antarkerajaan di Nusantara. Cuma yang disayangkan, tidak semua raja dari Papua datang. Saya rasa lain, cuma 'bapa' yang kelihatan hitam," ujarnya sembari tertawa didampingi sang istri, Jemia Sabuku.
Wilayah Papua secara keseluruhan memiliki kurang lebih 257 suku yang dikelompokkan menjadi tujuh wilayah adat, yaitu Mamta (Tabi), Saireri, Domberai, Bomberai, Anim Ha, La Pago, dan Me Pago. Sementara itu, wilayah kerajaan dikenal lebih erat dengan masyarakat Papua dari wilayah Papua bagian barat atau masuk dalam wilayah adat Bomberai dan Domberai.
Oleh karena itu, Harun berharap penyelenggaraan kirab budaya yang telah diprogram Jokowi pada 2015, tak terbatas pada kelompok kerajaan. Namun, juga melibatkan masyarakat adat yang banyak dianut di kawasan bumi Cenderawasih.
Kegiatan yang diikuti sebanyak 500 orang yang terdiri atas 156 kerajaan seluruh Indonesia, 10 kerajaan dunia dengan 30 kereta kencana, mendapat berbagai tanggapan berupa kritik, saran, dan pujian dari para peserta kirab budaya.
Minggu sore, mendekati garis finis atau tepatnya masih di Jalan Medan Merdeka Selatan, kereta-kereta raja termasuk kereta DKI 1 yang ditunggangi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta—Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama—terpaksa menggunakan payung untuk berlindung dari curah hujan yang disertai angin.
Langkah kedua kuda berwarna cokelat itu pun dipercepat di bawah pengawalan ketat 30 pasukan Jayeng Sekar. Begitu pula puluhan kereta raja-raja beserta permaisuri dan anak-anaknya.
Dalam hitungan detik, sebuah tenda memanjang, kira-kira berukuran kurang dari 100 meter itu terisi oleh peserta pawai dari kerajaan. Barisan masyarakat sepanjang jalan hingga garis finis pun tidak dapat bertahan dengan curah hujan disertai angin. Semuanya berlarian mencari tempat berteduh. Masalah penentuan waktu dan musim menjadi hal yang harus dipetimbangkan apabila akan dilaksanakan lagi pada 2015.
Dua raja dan seorang pemangku adat asal Papua yang ditemui SH di tenda para raja, Minggu sore itu, memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya pada Kepala Daerah DKI Jakarta atau Jokowi. Ini karena Jokowi telah melaksanakan hasil keputusan forum musyawarah agung dua, yang dilakukan pada 26 April 2013 di Hotel Novotel, Jakarta.
"Saya sambut baik prakarsa Bapak Gubernur DKI yang sudah mendanai kami untuk kegiatan festival dunia kali ini," kata Datuk Lalu Jumardi (Raja Lalu Jumardi) dari Kerajaan Kuripan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun cuaca yang tidak bersahabat, membuat Datuk Lalu Jumardi ingin mengusulkan bagi siapa saja tuan rumah kegiatan serupa agar memperhitungkan cuaca. Ia lebih memilih kegiatan di luar ruangan dilakukan saat musim kemarau.
"Kami apresiasi karena (kegiatan) ini sudah diketuk Bapak Gubernur (Joko Widodo) jadi harus dilaksanakan. Beliau putuskan pada April untuk dilakukan bulan ini, Desember. Kami dari NTB, mengusulkan kegiatan seperti ini pada tahun-tahun mendatang, kalau bisa dilaksanakan pada musim kemarau. Kalau musim hujan, harus disiasati seperti dengan pawang hujan. Tadi kami dijaga, hujan ditahan pawang dari Lombok, setelah finis baru hujan," katanya sambil tertawa.
"Sebaiknya, pada musim panas," tuturnya.
Kerajaan Kuripan ini telah mengikuti beberapa kegiatan serupa yang bertujuan melestarikan kebudayaan dan perekat tali silaturahmi antarkerajaan di Nusantara. Kerajaan ini diantaranya di Denpasar (2007), Solo (2009), Siak, Provinsi Riau (2008/2009), Banjarmasin, Brunei Darussalam (2012).
"Terakhir di Jakarta pada 26 April 2013. Kami diundang Ketua LPSKN Nusantara di Hotel Novotel Jakarta. "Itu hanya acara musyawarah agung," ujarnya.
Lombok memiliki 34 kerajaan dan ikut serta dalam kegiatan Kirab Budaya Raja-raja, termasuk ada yang mengajak permaisuri dan anaki-anaknya. Kerajaan yang mengajak permaisuri dan anak-anaknya di antaranya Kerajaan Selaparan, Kerajaan Kuripa, Kerajaan Pejanggi, Kerajaan Siledende, Kerajaan Sokong, Kerajaan Mambala, Kerajaan Tanjo, Kerajaan Langku, dan Kerajaan Gerum.
Sementara itu, Karaeng (Raja) H A A Rauf Maro Dg /Marewa KRG Rewa memandang kegiatan festival kerajaan dunia ini menjadi hal yang luar biasa. Pasalnya, sejak kemerdekaan yang dirasakan selama bertahun-tahun, kirab kerajaan baru pertama kali dilakukan.
"Kirab Festival Kerajaan Dunia ini sangat luar biasa. Ini karena sepanjang hari-hari kita merdeka, baru hari ini kita berkumpul jadi satu, bermusyawarah, mufakat, dan kirab bersama," ujar Karaeng Rewa.
Ia memandang positif, sekalipun curah hujan membubarkan kereta-kereta raja dan peserta kirab raja-raja tersebut. "Kalau cuaca bukan kendala, cuaca tidak bermasalah. Itu hujan rahmat untuk DKI dan semua Keraton Nusantara," tuturnya.
Karaeng Rewa menjelaskan, Sulawesi Selatan memiliki 19 kerajaan. Menurutnya, kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan berdiri bersamaan dengan masuknya ajaran Islam ke daerah tersebut, yaitu sekitar abad ke-12. Para tokoh masyarakat setempat kemudian dianggap menjadi sultan. "Saya generasi terakhir," ujarnya.
Ke-12 kerajaan itu di antaranya Kerajaan Bone, Kerajaan Sopeng, Kerajaan Bulukumbatoa, Kerajaan Galesong, Kerajaan Sawito, dan Kerajaan Pamana.
Undang Masyarakat Adat
Masih di bawah tenda biru di kawasan Monas, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua yang mewakili sembilan kerajaan di Papua, Harun Sabuku, turut mengapresiasi kegiatan kirab budaya tersebut. Namun, ada beberapa hal yang disayangkan tokoh pemangku adat wilayah Papua Barat itu.
"Acara ini sangat bagus karena mempererat hubungan silaturahmi antarkerajaan di Nusantara. Cuma yang disayangkan, tidak semua raja dari Papua datang. Saya rasa lain, cuma 'bapa' yang kelihatan hitam," ujarnya sembari tertawa didampingi sang istri, Jemia Sabuku.
Wilayah Papua secara keseluruhan memiliki kurang lebih 257 suku yang dikelompokkan menjadi tujuh wilayah adat, yaitu Mamta (Tabi), Saireri, Domberai, Bomberai, Anim Ha, La Pago, dan Me Pago. Sementara itu, wilayah kerajaan dikenal lebih erat dengan masyarakat Papua dari wilayah Papua bagian barat atau masuk dalam wilayah adat Bomberai dan Domberai.
Oleh karena itu, Harun berharap penyelenggaraan kirab budaya yang telah diprogram Jokowi pada 2015, tak terbatas pada kelompok kerajaan. Namun, juga melibatkan masyarakat adat yang banyak dianut di kawasan bumi Cenderawasih.
"Rencananya, kirab kerajaan akan ada lagi di Jakarta tahun 2015. Itu program Pak Jokowi. Saya mau usulkan, kami dari Papua punya 30 lebih kabupaten, semua punya dewan adat. Pak Jokowi tolong hadirkan kami semua. Daerah lain boleh terbatas kerajaan, tapi Papua tidak. Dengan begini, semoga bisa membawa perubahan," ujar Harun yang berasal dari Kaimana, Fak-fak, Papua Barat.
Sumber : Sinar Harapan